Dasar hukum polisi memutuskan tidak menahan Ahok

Jakarta (ANTARA News) - Kepala Polri Jendral Pol Tito Karnavian mengatakan polisi tidak menahan tersangka kasus penistaan agama, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), karena menurut Pasal 21 Ayat 4 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana penahanan tidak harus dilakukan terhadap tersangka dengan ancaman hukuman di bawah lima tahun penjara.

"Undang-Undang kita, KUHAP Pasal 21 Ayat 4  UU Nomor 8 Tahun 1981 tidak menyatakan bahwa setiap kasus tertentu di bawah lima tahun harus dilakukan penahanan," katanya di Mabes Polri, Jakarta, Rabu.

Tito menjelaskan bahwa penahanan bisa dilakukan bila ada keyakinan yang mutlak dari penyelidik saat menentukan status Ahok sebagai tersangka.

Sementara yang terjadi pada gelar perkara kemarin, kalangan penyelidik berbeda pendapat setelah mendengarkan paparan para ahli meski mayoritas menetapkan Ahok sebagai tersangka.

"Yang dikatakan adalah dapat dilakukan penahanan dengan syarat objektif, yaitu adanya keyakinan yang mutlak. Tapi penyelidik terbelah, tidak mutlak. Didominasi yang berpendapat ini pidana sehingga ditingkatkan menjadi penyidikan untuk diajukan ke pengadilan," kata Tito.

Polisi menetapkan Ahok sebagai tersangka perkara penistaan agama berdasarkan Pasal 156 a Kitab Undang-Undang Hukum Pidana juncto Pasal 28 ayat 2 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Kepolisian juga mencegah Ahok pergi ke luar negeri.

Ia ditetapkan menjadi tersangka kasus penistaan agama karena mengutip Alquran Surat Al Maidah Ayat 51 di hadapan warga kepulauan Seribu pada akhir September 2016. Mesti tidak menahan Ahok, polisi mencegah dia pergi ke luar negeri.

Editor: Maryati

COPYRIGHT © ANTARA 2016

0 Response to "Dasar hukum polisi memutuskan tidak menahan Ahok"

Posting Komentar